Rokok,? Choose one Live Or Dead
Mitos 1 : Riset tentang dampak tembakau terhadap kesehatan belum tuntas.
FAKTA :
Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi tembakau dan paparan terhadap asap tembakau berbahaya bagi kesehatan.
Konsumsi tembakau membunuh satu orang setiap 10 detik. Kematian terjadi sebanyak 4,9 juta jiwa tiap tahunnya dan 70 % kematian ini terjadi di negara sedang berkembang.
Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70 %. Ada selang waktu 20-25 tahun di antara mulai merokok hingga mulai timbul penyakit. Akibatnya, dampak negatif terjadi tanpa disadari. Dampak negatif konsumsi tembakau dan paparan terhadap asap tembakau yang telah terbukti adalah penyakit kanker paru, kanker mulut dan organ lainnya, penyakit jantung dan saluran pernapasan kronik.
Mitos 2 : Larangan merokok di tempat umum melanggar hak asasi seorang.
FAKTA :
Merokok di tempat umum melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan kepada orang yang tidak merokok.
Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia, dan 43 di antaranya menyebabkan kanker. Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok memiliki resiko 20-30 % lebih tinggi untuk terkena kanker paru.
Asap rokok meningkatkan resiko wanita hamil melahirkan bayi berat lahir rendah, kematian bayi dalam kandungan dan adanya komplikasi pada saat melahirkan. Pada anak-anak, paparan asap rokok meningkatkan kecenderungan terjadinya gangguan saluran napas dan menurunkan kapasitas paru-paru.
Mitos 3 : Mayoritas penduduk dewasa di Indonesia merokok.
FAKTA :
Mayoritas penduduk dewasa Indonesia tidak merokok. Tahun 2001, penduduk dewasa di Indonesia yang merokok berjumlah sekitar 31,5 %. Industri tembakau berusaha meningkatkan jumlah konsumennya dengan menciptakan lingkungan dan norma sosial yang menerima kebiasaan merokok.
Mitos 4 : Orang memutuskan membeli produk tembakau berdasarkan informasi yang memadai.
FAKTA :
Sebagian besar perokok memulai kebiasaannya saat masih remaja, di tengah keluarga.
Sekitar 70 % dari perokok di Indonesia memulai kebiasaannya sebelum berumur 19 tahun, karena terbiasa melihat anggota keluarganya yang merokok.
Anak-anak dan remaja tidak memiliki kemampuan untuk memahami secara menyeluruh dampak kesehatan produk tembakau dan sifat nikotin yang adiktif.
Mitos 5 : Pengendalian tembakau akan menyebabkan pengangguran masal.
FAKTA :
Tenaga kerja formal yang nafkahnya bergantung pada penanaman tembakau dan industri tembakau hanya berkisar kurang dari 3 % Pertanian. Penanaman tembakau bersifat musiman dan tidak menyediakan pekerjaan purna waktu.
Akibatnya, jumlah pekerja setara purna waktu yang terlibat penanaman tembakau di Indonesia kurang dari 0,5 juta orang atau kurang dari 1% pekerja purna waktu di bidang pertanian. Selain itu, luas lahan untuk menanam tembakau adalah kurang dari 1 % dari jumlah lahan untuk panen sementara.
Sebanyak 96 % terletak di propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan NTB.
Industri. Ketergantungan pekerja sektor industri di bidang tembakau hanya sekitar 1-1,3 %.
Hampir semua adalah wanita yang pendapatannya hanya 2/3 dari rata-rata upah sektor industri.
Secara global, teknologi baru telah meningkatkan efisiensi kerja hingga jumlah pekerja di industri tembakau bisa ditekan.
Mekanisasi produksi rokok di Indonesia, sebagai contoh, telah mengurangi jumlah pekerja secara substansial.
Proporsi biaya pekerja pada Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah 12% dibandingkan 0.4% pada Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Mitos 6 : Kebijakan pengendalian tembakau secara komprehensif akan melemahkan ekonomi Indonesia
FAKTA :
Uang yang tidak digunakan untuk membeli produk tembakau bisa digunakan membeli barang dan jasa lainnya.
Di Indonesia, diperkirakan seorang perokok yang berpendapatan rendah mengeluarkan uang sekitar Rp 939.240 tiap tahunnya untuk rokok. Jumlah ini dapat digunakan membeli produk lain yang tidak merusak kesehatan dan lebih menguntungkan bagi keluarga. Dengan demikian, dalam jangka panjang, penurunan jumlah perokok akan memberikan keuntungan ekonomi.
Mitos 7 : Pajak tembakau yang lebih tinggi akan mengurangi pendapatan pemerintah.
FAKTA :
Secara historis, menaikkan harga tembakau tidak pernah menyebabkan penurunan pendapatan pemerintah manapun di dunia.
Pajak yang tinggi memang menyebabkan penurunan jumlah rokok terjual. Namun pajak per bungkus yang tinggi menghasilkan pendapatan negara yang lebih besar. Peningkatan pajak tembakau yang tinggi akan mengurangi konsumsi sekaligus meningkatkan pemasukan pemerintah.
Mitos 8 : Pajak tembakau yang tinggi akan meningkatkan penyelundupan (dan mengurangi pendapatan dari pajak)
FAKTA :
Penyelundupan terjadi karena lemahnya penegakan hukum, lemahnya sanksi terhadap pelanggaran dan distribusi tanpa lisensi.
Pajak hanyalah bagian kecil dari penyebab penyelundupan. Faktor-faktor lain yang lebih dominan adalah peran industri tembakau dalam memfasilitasi penyelundupan ke pasar yang baru, adanya kelompok kriminal, distribusi tanpa lisensi dan lemahnya penegakan undang-undang anti penyelundupan.
Kenyataannya, Singapura yang memberlakukan pajak rokok tertinggi memiliki tingkat penyelundupan yang paling rendah.
Lagipula, sekitar 88 % perokok Indonesia menghisap rokok kretek produksi dalam negeri hingga peningkatan pajak tidak akan banyak bersinggungan dengan kegiatan penyelundupan.
----------
FAKTA :
Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi tembakau dan paparan terhadap asap tembakau berbahaya bagi kesehatan.
Konsumsi tembakau membunuh satu orang setiap 10 detik. Kematian terjadi sebanyak 4,9 juta jiwa tiap tahunnya dan 70 % kematian ini terjadi di negara sedang berkembang.
Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70 %. Ada selang waktu 20-25 tahun di antara mulai merokok hingga mulai timbul penyakit. Akibatnya, dampak negatif terjadi tanpa disadari. Dampak negatif konsumsi tembakau dan paparan terhadap asap tembakau yang telah terbukti adalah penyakit kanker paru, kanker mulut dan organ lainnya, penyakit jantung dan saluran pernapasan kronik.
Mitos 2 : Larangan merokok di tempat umum melanggar hak asasi seorang.
FAKTA :
Merokok di tempat umum melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan kepada orang yang tidak merokok.
Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia, dan 43 di antaranya menyebabkan kanker. Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok memiliki resiko 20-30 % lebih tinggi untuk terkena kanker paru.
Asap rokok meningkatkan resiko wanita hamil melahirkan bayi berat lahir rendah, kematian bayi dalam kandungan dan adanya komplikasi pada saat melahirkan. Pada anak-anak, paparan asap rokok meningkatkan kecenderungan terjadinya gangguan saluran napas dan menurunkan kapasitas paru-paru.
Mitos 3 : Mayoritas penduduk dewasa di Indonesia merokok.
FAKTA :
Mayoritas penduduk dewasa Indonesia tidak merokok. Tahun 2001, penduduk dewasa di Indonesia yang merokok berjumlah sekitar 31,5 %. Industri tembakau berusaha meningkatkan jumlah konsumennya dengan menciptakan lingkungan dan norma sosial yang menerima kebiasaan merokok.
Mitos 4 : Orang memutuskan membeli produk tembakau berdasarkan informasi yang memadai.
FAKTA :
Sebagian besar perokok memulai kebiasaannya saat masih remaja, di tengah keluarga.
Sekitar 70 % dari perokok di Indonesia memulai kebiasaannya sebelum berumur 19 tahun, karena terbiasa melihat anggota keluarganya yang merokok.
Anak-anak dan remaja tidak memiliki kemampuan untuk memahami secara menyeluruh dampak kesehatan produk tembakau dan sifat nikotin yang adiktif.
Mitos 5 : Pengendalian tembakau akan menyebabkan pengangguran masal.
FAKTA :
Tenaga kerja formal yang nafkahnya bergantung pada penanaman tembakau dan industri tembakau hanya berkisar kurang dari 3 % Pertanian. Penanaman tembakau bersifat musiman dan tidak menyediakan pekerjaan purna waktu.
Akibatnya, jumlah pekerja setara purna waktu yang terlibat penanaman tembakau di Indonesia kurang dari 0,5 juta orang atau kurang dari 1% pekerja purna waktu di bidang pertanian. Selain itu, luas lahan untuk menanam tembakau adalah kurang dari 1 % dari jumlah lahan untuk panen sementara.
Sebanyak 96 % terletak di propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan NTB.
Industri. Ketergantungan pekerja sektor industri di bidang tembakau hanya sekitar 1-1,3 %.
Hampir semua adalah wanita yang pendapatannya hanya 2/3 dari rata-rata upah sektor industri.
Secara global, teknologi baru telah meningkatkan efisiensi kerja hingga jumlah pekerja di industri tembakau bisa ditekan.
Mekanisasi produksi rokok di Indonesia, sebagai contoh, telah mengurangi jumlah pekerja secara substansial.
Proporsi biaya pekerja pada Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah 12% dibandingkan 0.4% pada Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Mitos 6 : Kebijakan pengendalian tembakau secara komprehensif akan melemahkan ekonomi Indonesia
FAKTA :
Uang yang tidak digunakan untuk membeli produk tembakau bisa digunakan membeli barang dan jasa lainnya.
Di Indonesia, diperkirakan seorang perokok yang berpendapatan rendah mengeluarkan uang sekitar Rp 939.240 tiap tahunnya untuk rokok. Jumlah ini dapat digunakan membeli produk lain yang tidak merusak kesehatan dan lebih menguntungkan bagi keluarga. Dengan demikian, dalam jangka panjang, penurunan jumlah perokok akan memberikan keuntungan ekonomi.
Mitos 7 : Pajak tembakau yang lebih tinggi akan mengurangi pendapatan pemerintah.
FAKTA :
Secara historis, menaikkan harga tembakau tidak pernah menyebabkan penurunan pendapatan pemerintah manapun di dunia.
Pajak yang tinggi memang menyebabkan penurunan jumlah rokok terjual. Namun pajak per bungkus yang tinggi menghasilkan pendapatan negara yang lebih besar. Peningkatan pajak tembakau yang tinggi akan mengurangi konsumsi sekaligus meningkatkan pemasukan pemerintah.
Mitos 8 : Pajak tembakau yang tinggi akan meningkatkan penyelundupan (dan mengurangi pendapatan dari pajak)
FAKTA :
Penyelundupan terjadi karena lemahnya penegakan hukum, lemahnya sanksi terhadap pelanggaran dan distribusi tanpa lisensi.
Pajak hanyalah bagian kecil dari penyebab penyelundupan. Faktor-faktor lain yang lebih dominan adalah peran industri tembakau dalam memfasilitasi penyelundupan ke pasar yang baru, adanya kelompok kriminal, distribusi tanpa lisensi dan lemahnya penegakan undang-undang anti penyelundupan.
Kenyataannya, Singapura yang memberlakukan pajak rokok tertinggi memiliki tingkat penyelundupan yang paling rendah.
Lagipula, sekitar 88 % perokok Indonesia menghisap rokok kretek produksi dalam negeri hingga peningkatan pajak tidak akan banyak bersinggungan dengan kegiatan penyelundupan.
----------
PENGUSAHA ROKOK (TEMBAKAU), KAYA DARI ORANG MISKIN DAN MAU SAKIT
Pemilik pabrik rokok masuk dalam lima besar orang terkaya di Indonesia. Mereka menjadi kaya karena menjual rokok, yaitu memanfaatkan sifat adiktif nikotin untuk menarik keuntungan meskipun mereka tentu tahu dampak buruk rokok terhadap kesehatan pengisapnya. Ironisnya, sebagian besar perokok terdapat di kalangan rakyat yang berpenghasilan rendah.
Dalam buku Profil Tembakau Indonesia yang diterbitkan oleh Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), tahun 2008, jumlah perokok dari kalangan berpengasilan rendah adalah 35,5 persen, sementara dari kelompok penghasilan tinggi sebesar 32,8 persen. Artinya, sebagian besar penghasilan (kekayaan) pemilik pabrik rokok berasal dari rakyat yang berpenghasilan rendah.
Bagi orang miskin dan berpendidikan rendah, merokok mungkin satu-satunya jalan pelepas lelah atau pengalih tekanan kesulitan yang paling terjangkau. Tanpa disadari bahwa dengan demikian ia telah terjerat kepada kecanduan nikotin yang sulit dilepaskan. Untuk memenuhi kecanduan itu, ia rela mengeluarkan uang yang cukup besar. Merelakan uang belanja untuk keluarga dan uang sekolah untuk anak-anaknya.
Semakin miskin seorang perokok, semakin kecil uang yang disishkan untuk kesehatan, gizi, dan sekolah anak-anaknya. Risiko selanjutnya, kemiskinannya akan dilanjutkan oleh keturunannya. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga miskin itu untuk mengobati penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh rokok.
Penelitian tahun 2005, menemukan angka Rp 127,7 triliun biaya yang dibelanjakan masyarakat untuk mengobati penyakit-penyakit yang berkaitan dengan rokok dalam setahun, sebagian tentu berdampak pada penghasilan pemerintah karena produktivitas rakyat menurun. Sementara penghasilan pemerintah dari cukai tembakau hanya Rp 16,5 triliun. Namun, karena pengeluaran untuk mengobati penyakit akibat rokok itu berlangsung ”diam-diam”, angka sebesar itu tidak mudah tampak di depan mata. Lain halnya dengan pemasukan cukai yang segera tampak rupiahnya.
Siapa Peduli ?
Pemilik pabrik rokok tentu tidak peduli apakah rakyat akan menjadi lebih miskin dan lebih sakit karena ketergantungan kepada rokok, yang penting ia dapat meraih keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan, kemudian, mereka menarik anak-anak dan remaja untuk ikut menjadi perokok. Dengan mengikat remaja pada ketagihan rokok, bukan saja semakin besar jumlah yang akan memberinya keuntungan, melainkan juga semakin panjang jangka waktu kecanduan itu. Dari sejak anak sampai dewasa, yang mungkin berarti selama 40-50 tahun akan terikat kepada rokok. Lalu, siapa yang harus peduli terhadap masalah itu. Pemerintah?
Dalam buku Enam Strategi Penanggulangan Dampak Buruk Tembakau (MPOWER) yang diterbitkan WHO untuk menyambut Hari Tanpa Tembakau 31 Mei 2008, dalam soal melindungi rakyat terhadap dampak tembakau, Indonesia menduduki tempat yang sejajar dengan Guinea Bissau, Malawi, dan Eritrea. Bahkan, dibandingkan dengan Timor Leste, Indonesia masih lebih buruk. China, yang juga memproduksi rokok dan memiliki jumlah perokok yang besar, sudah melakukan regulasi-regulasi yang ditujukan untuk melindungi rakyatnya dari dampak tembakau.
MPOWER adalah singkatan dari monitoring (pemantauan penggunaan tembakau dan kebijakan pencegahan), protect (melindungi rakyat dari dampak tembakau), offer help (memberikan pertolongan terhadap mereka yang ingin berhenti merokok), warn (ingatkan tentang bahaya tembakau), dan raise tobacco tax (naikkan cukai tembakau).
Sementara untuk menaikkan cukai tembakau, pemerintah masih setengah hati. Dibandingkan dengan negara sekitar kita, cukai rokok di Indonesia masih terkecil (sekitar 2 persen), sementara di Thailand mencapai 7 persen. Jelas bahwa yang diinginkan Pemerintah RI bukan menaiknya jumlah pendapatan dari perdagangan rokok, melainkan pada semakin besarnya rakyat yang kecanduan.
Mungkin rakyat sendiri yang harus sadar. Namun, mungkinkah orang yang sedang mengisap candu dapat sadar bahwa hal itu berbahaya bagi dirinya?
Pemerintah Belum Mampu Lindungi Masyarakat Terhadap Dampak Buruk Tembakau
Pemerintah dinilai belum mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap dampak buruk tembakau. Masyarakat mendukung pemerintah membuat regulasi komprehensif guna melindungi warga dari bahaya asap rokok. Masyarakat, termasuk perokok, menyadari rokok menimbulkan ketergantungan dan berbahaya bagi kesehatan.
Hal itu tercermin dari hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang diluncurkan Selasa (26/4) di Jakarta. Hadir dalam acara itu ahli hukum Todung Mulya Lubis, mantan anggota Komisi IX DPR Hakim Sorimuda Pohan, anggota Komisi IX DPR Zulmiar Yanri, dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab.
Survei dilakukan terhadap 1.200 penduduk dewasa perkotaan yang dipilih secara acak di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Palembang, Makasar, dan Banjarmasin tahun 2010. Para responden diwawancara secara mendalam.
Koordinator Advokasi Pengendalian Tembakau YLKI Tulus Abadi memaparkan, 57 persen responden berpendapat, pemerintah tidak cukup melindungi masyarakat dari asap rokok.
Responden juga mendukung larangan merokok di semua tempat umum dan tempat kerja tertutup (88 persen), larangan menjual tembakau kepada anak berusia di bawah 18 tahun (94 persen), penaikan pajak produk tembakau dan penggunaan sebagian dari penerimaan pajak untuk mendanai upaya pencegahan tembakau (87 persen), serta kewajiban pengiklan memberi tahu orang tentang bahaya kesehatan akibat tembakau (95 persen).
Responden di delapan kota itu (bervariasi 62 persen hingga 80 persen) mendukung larangan iklan rokok.
----------
Rp 52 TRILYUN DARI ROKOK VS KESEHATAN MASA DEPAN
“Merokok dapat menyebabkan kanker, gangguan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin” adalah kalimat yang selalu kita temukan pada sebungkus rokok, maupun iklan rokok yang kita temukan pada iklan televisi atau koran. Menyeramkan memang peringatan yang ditujukan pada para pengonsumsi rokok tersebut, namun tampaknya peringatan tersebut tidak membawa pengaruh yang berarti pada masyarakat, khususnya para pengonsumsi rokok. Perindustrian rokok telah lama berdiri di negara-negara berkembang seperti Indonesia, industri ini menyumbang kan sekitar Rp 52 triliun melaui pajak dan cukai rokok untuk pendapatan negara pada tahun 2007, jumlah pemasukan terbesar yang didapat negara. Terlepas dari semua hal itu, ternyata industri rokok yang terus berkembang di Indonesia tidak bisa sepenuhnya diandalkan sebagai sumber penggerak ekonomi utama negara, malah justru sebaliknya, sebagai senjata makan tuan yang justru bisa menjadi masalah utama negara ini.
Rokok mempunyai sejarah yang panjang. Negara-negara baratlah yang mempunyai peran yang besar dalam sejarah mengakarnya budaya merokok di negara-negara berkembang dewasa ini. Setelah pemerintah Negara-negara barat menyadari bahaya rokok, peraturan terhadap pemakaian rokok diperketat, dan tingkat keuntungan yang didapat pun menurun. Di lain sisi, birokrasi dan peraturan negara-negara berkembang yang masih lemah dimanfaatkan oleh negara-negara barat untuk memperluas kekayaan mereka. Semenjak itulah perusahaan-perusahaan rokok mengakar kuat dan berkembang pesat di Negara-negara berkembang sampai saat ini.
Menurut penelitian, 3,7 juta perokok meninggal tiap tahun di seluruh dunia. Hal ini membawa kekhawatiran yang besar dari banyak pihak, karena jika hal ini dibiarkan terus berlanjut, diperkirakan angka kematian akibat rokok akan terus meningkat, bahkan bisa mencapai 10 juta orang per tahunnya pada tahun 2020. dari kehawatiran ini, muncul pihak pihak yang berusaha untuk membatasi, dan mengkampanyekan gerakan anti rokok. Gerakan-gerakan ini berdatangan dari berbagai macam pihak, salah satunya datang dari WHO (World Health Organization), sebuah badan organisasi kepemerintahan PBB.
WHO meluncurkan ‘Campaign against tobacco’ atau kampanye anti tembakau yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan warga dunia, menyadari dampak buruk yang terjadi pada manusia dan lingkungannya yang diakibatkan oleh rokok. Salah satu bentuk kampanye dari gerakan ini ialah dengan melarang adanya ‘tobacco advertisement’. target utama dari gerakan ini adalah para remaja, dimana perusahaan-perusahaan rokok mulai memperluas jaringannya ke Asia dan menjadikan para remaja sebagai target utama. WHO menyadari bahwa ini adalah sebuah kewajiban bagi komunitas dunia untuk melindungi anak-anak dari kematian di usia yang muda.
Aksi komunitas telah terjadi di California dengan aksi mereka dalam penolakan periklanan rokok. Aksi yang mereka lakukan ini membuahkan hasil, antara lain tingkat penderita kanker paru-paru yang menurun lebih dari sebesar 14 persen. Aksi mereka juga membawa dampak positif terhadap kasus kesehatan di California, dan juga peningkatan kesadaran kesehatan dikalangan masyarakat. Namun di saat berbagai aksi perlawanan terhadap rokok dilakukan, perusahaan-perusahaan rokok amerika justru memperluas pangsa pasar tembakaunya ke Negara-negara berkembang. Disinilah peran WHO sangat diperlukan dalam membangun kesadaran masyarakat dunia untuk menghindari rokok. 70% perokok adalah berasal dari negara-negara berkembang, di saat Negara-negara maju mulai terlepas dari dampak negatif tembakau, Negara-negara berkembanglah yang menjadi korban dimana perusahaan-perusahaan tembakau yang terus berkembang pesat di negara mereka justru memperpuruk keadaan ekonomi dan kesehatan masyarakatnya.
Kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu, langkah yang diambil WHO dalam gerakan kampanye anti tembakaunya adalah merupakan suatu langkah yang sangat tepat, menyadari dampak dampak yang terjadi akibat merajalelanya perusahaan perusahaan tembakau di negara negara berkembang. Pelarian perluasan pangsa pasar yang dilakukan oleh Negara-negara barat ke Negara-negara berkembang adalah suatu hal yang sangat egois, hal yang mereka lakukan adalah sama saja seperti menuai benih-benih racun yang baru saja hilang di negri mereka ke negri orang demi keuntungan mereka sendiri. Seharusnya semua Negara-negara bisa bersatu untuk memlawan daan menemukan solusi yang tepat dalam permasalahan ini. Rokok tidak hanya berpengaruh buruk terhadap kesehatan saja, namun juga secara tidak langsung membawa dampak buruk yang besar terhadap ekonomi dan lingkungan.
Dampak buruk yang disebabkan oleh penggunaan tembakau tidak bisa dibiarkan saja, diperlukan suatu langkah yang sangat tegas, khususnya seperti yang telah dilakukan badan kesehatan internasional WHO yang dapat membawa pengaruh kuat kepada negara-negara luas. Semoga saja, kampanye ini bisa terus berlangsung dan membawa suatu angin segar di negara-negara berkembang.
- - - Sadar Adiksi dan Bahaya - - -
Hasil survei menarik lain, para responden (90 persen) menyakini produk tembakau bersifat adiktif. Keyakinan itu konsisten di delapan kawasan survei. Sebanyak 79 persen responden berpendapat merokok dan penggunaan tembakau merupakan masalah serius di masyarakat. ”Mereka bahkan khawatir ketika generasi muda merokok, terutama anak-anak,” kata Tulus.
Para responden juga menyadari bahaya serius asap rokok bagi kesehatan. Sebesar 71 persen responden memandang asap rokok orang lain sebagai bahaya kesehatan serius dan 56 persen responden menyatakan sangat terganggu asap rokok orang lain. Karena itu, 92 responden mendukung kebijakan bebas asap rokok di kantor dan tempat kerja, fasilitas perawatan kesehatan (97 persen responden), dan restoran (80 persen responden).
”Pemerintah dan DPR tidak perlu ragu karena masyarakat terbukti mendukung penuh adanya regulasi pengendalian tembakau,” kata Tulus.
Ahli hukum Todung Mulya Lubis mengatakan, ada argumen bahwa merokok adalah hak individu. Namun, sikap itu belum menjawab pertanyaan tentang dampak merokok terhadap orang lain yang tidak merokok. Menurut dia, pelaksanaan hak asasi manusia tidak boleh melanggar hak asasi orang lain, dalam hal ini hak atas kesehatan dari anggota masyarakat lain.
Mantan anggota Komisi IX DPR yang aktif memperjuangkan pengendalian tembakau, Hakim Sorimuda Pohan, mengatakan, hasil survei membuktikan kesadaran masyarakat akan pentingnya udara bersih dan kesehatan semakin tinggi.
- - - - -
RENUNGAN HARI TANPA TEMBAKAU
Rokok adalah HASIL OLAHAN TEMBAKAU TERBUNGKUS TERMASUK CERUTU ATAU BENTUK LAINNYA YANG DIHASILKAN DARI TANAMAN NICOTIANA TABACUM, NICOTIANA RUSTICA DAN SPESIES LAINNYA ATAU SINTETISNYA YANG MENGANDUNG NICOTIN DAN TAR DG. ATAU TANPA BAHAN TAMBAHAN
Pada sebatang rokok terdiri dari ± 4000 bahan kimia beracun, 1200 DIANTARANYA BAHAN KIMIA BERACUN DAN 43 KARSINOGENIK
43 diantaranya penyebab kanker
PADAT :
√ NIKOTIN (ZAT ADIKTIF)
√ TAR(kumpulan partikel pdt penyebab kanker)
GAS :
√ CO (mengikat sel darah merah mengganti O2)
√ Gas-gas berbahaya lain
Apa Sih Faedahnya Merokok ?
Saya rasa tidak ada gunanya kita merokok. Toh banyak hal efek samping atau sisi negatif dari merokok.
Keuangan
Kita tahu bahwa orang yang merokok perlu modal untuk membeli sebatang rokok. Jika kita kalkulasi 1 paks rokok kita anggap Rp. 8000,- (jika orang yang maniak rokok bisa habis dalam sehari), sedangkan 1 piring nasi yang sama dengan harga 1 paks rokok, maka lebih mengenyangkan perut dan uang tidak terbuang double (dalam artian orang sering membeli makanan setelah itu merokok). Berarti sebulan menghabiskan uang sebanyak Rp. 320.000,-. Ini adalah cara hemat dalam keuangan. Uang yang seharusnya untuk rokok bisa kita belikan makanan atau kebutuhan yang lain.
Kesehatan
KANDUNGAN “T A R “ Ø KOMPONEN DALAM ASAP ROKOK YANG TINGGAL SBG SISA SESUDAH DIHILANGKAN NIKOTIN DAN TETESAN-TETESAN CAIRANNYA Ø BANYAK KOMPONEN / PARTIKEL TERSEBUT BERSIFAT KARSINOGENIK SALAH SATU DIANTARANYA BENZOPIREN, ZAT KIMIA LAIN ADALAH BERBAGAI SENY FENOL YG BEKERJA MEMPERCEPAT AKTIVASI SEL-SEL KANKER Ø TAR DITIMBUN DALAM SEL SALURAN NAPAS, BBRP SENYAWA KIMIA BEKERJA MENGIRITASI SEL-SEL & MEMPERCEPAT PROSES KANKEROrang hidup perlu sehat. Apakah ada orang yang suka dengan sakit-sakitan? Pasti tidak ada.....oleh karena itu, janganlah sia-siakan hidupmu dengan menambah penyakit di dalam tubuhmu. Jika kita melihat pada gambar 1.1 terlihat jelas, bahwasanya 1 batang rokok terdapat zat-zat yang membahayakan tubuh manusia jika dikonsumsi (kata ”dikonsumsi” tidak harus identik dengan makan, tetapi juga bisa diminum, dihisap, dihirup, dsb).
Efek dari nikotin yang ada pada sebatang rokok adalah MENINGKATKAN TEKANAN DARAH & MEMPERCEPAT DENYUT JANTUNG, TDK MENYEBABKAN KETERGANTUNGAN FISIK TAPI TOLERANSI THD KERJANYA MAKIN LAMA MAKIN MENINGKAT
Zat yang masuk kedalam tubuh seperti nikotin, CO (karbon monoksida) DA TAR akan berdampak pada organ dalam tubuh manusia.
Nikotin :
Penyempitan pemb.darah yang dapat menyebabkan :
Θ denyut jantung naik
Θ aliran darah ke organ tubuh berkurang
Θ Nikotin menghambat sekresi pankreas yang mengandung senyawa bikarbonat , diyakini kondisi tersebut berpengaruh pada timbulnya tukak usus duabelas jari akut
CO (carbon monoksida) :
Mengikat sel darah merah mengganti O2 sehingga :
Organ tubuh kekurangan Nutrisi dan O2
1 hal lagi bahwa orang yang merokok bisa mengarah pada penyakit HIV/AIDS. Lho kok bisa??
Penjelasannya seperti ini :
Rokok adalah pintu gerbang bagi narkoba, berawal dari mencoba-coba rokok, lalu ketagihan. Ketika merokok, kita mencoba-coba ganja sebagai gantinya tembakau, dan pada akhirnya ketagihan juga. Pada saat menghisap ganja kita akan terjerumus pada dunia narkotika ( Narkoba dan Psikotropika)
Gambar 2.1 Paru-paru yang mengkonsumsi rokok (orang yang merokok) pada gambar sebelah kanan, sebelah kiri paru-paru yang pasif rokok
Pencemaran Udara
Asap rokok masih memiliki kandungan zat yang berbahaya antara lain AMONIAK, FORMALDEHIDA, ASETALDEHIDA DAN HIDROGEN SIANIDA. Kinerja dari zat tersebut BEKERJA MENGHENTIKAN GERAK SILIA PADA SALURAN PERNAPASAN SELAMA 6 – 8 JAM maka MENGHAMBAT PENGELUARAN MUKUS & FUNGSI SEL2 SILIA SHG SEKALIGUS MENGHAMBAT PULA EKSKRESI TAR DARI DINDING SALURAN PERNAPASAN.
Ini tidak hanya bagi orang yang pecandu rokok, melainkan juga orang yang pasif merokok (maksudnya: orang yang tidak merokok, tetapi menghirup asap rokok di sengaja atau tidak disengaja)
Hukum
Jangan di bilang jikalau orang yang merokok itu tidak ada hukumnya. Di bawah ini adalah aturan yang mengatur tentang rokok :
- Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
- Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
- Peraturan Pemeintah RI No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan
- Instruksi Menteri Kesehatan RI No.84/MENKES/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan
- Instruksi Menteri Kesehatan RI No.161/Menkes/Inst/III/1990 tentang lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok
- Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 4/U/1997 tentang Lingkungan Sekolah Bebas Rokok
- Surat Edaran Gubernur No. 440/1333/031/2005 perihal Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Jika anda yang membaca artikel ini dan ingin menghentikan rokok segera, ada beberapa caranya untuk mengurangi bahkan hingga menghilangkannya :
- Berikan sugesti yang positif dengan cara beri motivasi dalam diri Ingin sehat tanpa rokok !
- Bayangkan kalau sang pencabut nyawa ada di sekitar anda yang menanti anda untuk segera mati
- Niatlah selalu untuk tidak merokok tiap hari
- Kurangi konsumsi rokok, yang berawal dari 1 paks sehari menjadi 1-3 batang sehari, lalu kurangi lagi hingga sehari tanpa rokok.
- Tolak tawaran orang yang memberi rokok kepada anda.
- Ajak keluarga anda untuk ”KELUARGA bebas rokok” atau ”RUMAH anti rokok”
- Katakan NO to SMOKING dimana anda berada!
- Mulailah hidup sehat dengan makan sayur dan buah-buahan
- Aktiflah dalam berolahraga.
- Jika masih susah menghentikan, ada cara terapi dan hypnoterapi khusus pecandu rokok. Sekarang sudah terjual di toko buku tentang cara mengurangi kebiasaan merokok...
IF YOU WANT BE HEALTY, DON’T SMOKING FROM NOW !
- - - - MEROKOK atau MATI !!!!?? - - - -
0 comments:
Post a Comment